Transparansi kepemilikan manfaat di Indonesia: Laporan ruang lingkup

  • Publication date: 14 October 2022
  • Authors: Peter Low, Hani Rosidaini
  • |  View in: English 

Penggunaan Prinsip Open Ownership di Indonesia

Di bawah ini adalah analisis singkat tentang bagaimana aturan keterbukaan Indonesia dibandingkan dengan sembilan Prinsip Open Ownership.

Prinsip pertama: Register pusat

Peraturan Presiden Indonesia No.13/2018 merupakan landasan hukum utama untuk kepemilikan manfaat (beneficial ownership) di dalam negara dan menyediakan register pusat untuk diimplementasikan dan dikelola oleh Kemenkumham. Kementerian ini telah berhasil membuat register tersebut dan meneruskan pengumpulan informasi BO, khususnya sebagian bagian integral dari prosedur informasi perusahaan baru.

Selain register pusat Kemenkumham, beberapa kementerian dan lembaga lain mengumpulkan data BO dari sebagian perusahaan selama titik interaksi lainnya dengan institusi negara, termasuk bagian dari operasi pasar modal, perpajakan, perbankan, transaksi elektronik, permohonan izin, dan pembaruan izin pertambangan. Kemenkumham berusaha untuk memperkuat data yang tersimpan dalam registernya, dan berusaha untuk membuat satu register terpusat, melalui kerja samanya dengan berbagai lembaga lain yang memegang register mereka sendiri (lihat di bawah).

Diagram menunjukkan berbagai lembaga di Indonesia yang terlibat dalam pengumpulan dan penggunaan data BO

Transparansi kepemilikan manfaat di Indonesia – figure 1

Enam kementerian telah menandatangani nota kesepahaman untuk mempercepat proses pertukaran dan interoperabilitas data BO dengan register Kemenkumham. Dari keenam lembaga ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memiliki perkembangan yang paling baik hingga saat ini dan, sejak akhir tahun 2021, struktur data BO kementerian ini telah dipetakan ke register Kemenkumham. Register Kemenkumham saat ini juga mampu memanggil data BO yang dipegang oleh ESDM melalui antarmuka pemrograman aplikasi (API). Kementerian dan lembaga lainnya kini sedang mengupayakan tujuan yang sama, namun masih terdapat tantangan besar yang menghambat baik dari segi kapasitas, penyelarasan kebijakan dan teknologi. Hal ini sepertinya menghambat laju kemajuan, dan kemajuan baru yang besar dalam berbagi data sepertinya belum akan terjadi dalam waktu dekat. Selain rangkaian upaya untuk berbagi data, pemerintah juga sedang mengupayakan untuk melakukan integrasi data melalui pembentukan portal Open Single Submission (OSS) yang direncanakan turut menyertakan data BO.

Rekomendasi

  • Teruskan upaya pemfasilitasan berbagi data di antara berbagai lembaga pemerintahan yang memegang data kepemilikan manfaat (beneficial ownership); terutama, dengan memberikan Kemenkumham akses terhadap data dalam register lainnya untuk membuat register pusat terpadu.
  • Bangun mekanisme yang jelas untuk koordinasi intra pemerintah berdasarkan integrasi data dan dengan mempertimbangkan penggunaan Beneficial Ownership Data Standard yang dikelola oleh Open Ownership dan Open Data Service (BODS).

Prinsip kedua: Cakupan komprehensif

Landasan hukum keterbukaan kepemilikan manfaat (beneficial ownership) Indonesia yakni Peraturan Presiden 2018, berlaku terhadap sejumlah lembaga dalam negeri komprehensif: seluruh perusahaan dan lembaga yang terdaftar di dalam yurisdiksi secara hukum memiliki kewajiban untuk membuat deklarasi BO. Namun, masih belum ada ketentuan untuk melakukan pengumpulan informasi kepemilikan manfaat (beneficial ownership) dari perusahaan yang dimiliki asing, sekelompok orang asing, atau warga asing. Mengingat bahwa lembaga asing dan pemilik manfaat (beneficial owners) seringkali terkait dengan risiko kriminal finansial yang lebih tinggi, hal ini dapat menyebabkan celah yang signifikan.

Selain itu, informasi yang terperinci dalam hal persyaratan pelaporan untuk seluruh jenis lembaga yang disebutkan di dalam peraturan tahun 2018 kemudian masih belum disertakan di dalam implementasi perundang-undangan. Khususnya, saat perundang-undangan utama merujuk kepada kewajiban bagi “perusahaan terbatas, yayasan, asosiasi, koperasi, kemitraan terbatas, firma kemitraan, dan berbagai jenis korporasi lainnya”, kategori terakhir ini tidak tercakup dalam peraturan kedua. Kategori “jenis korporasi lainnya” dapat meliputi sejumlah besar jenis lembaga, seperti perusahaan publik, badan usaha milik daerah atau badan usaha milik negara (BUMD dan BUMN) dan perusahaan patungan. Di tingkat internasional, banyak perusahaan telah menerapkan persyaratan pelaporan yang berbeda untuk mewujudkan struktur kepemilikan yang berbeda dari BUMN, misalnya, atau untuk memungkinkan lembaga yang telah melaporkan kepemilikan manfaatnya di tempat lain untuk mengajukan pengecualian. [4] Juga terdapat perdebatan mengenai bagaimana cara melakukan pencatatan kepemilikan manfaat koperasi, karena di Indonesia banyak koperasi yang memberikan anggotanya saham dan hak memilih yang sama.

Rekomendasi

  • Persyaratan keterbukaan harus diberikan selain bagi lembaga yang terdaftar di dalam negeri juga bagi lembaga asing yang memiliki hubungan yang memadai dengan Indonesia. Hal ini juga akan menjadi sejalan dengan persyaratan FATF dalam hal kepemilikan manfaat (beneficial ownership) dari lembaga milik asing.
  • Kembangkan peraturan yang lebih terperinci mengenai kewajiban pelaporan bagi BUMN, BUMD dan Tbk; termasuk ketika berbagai lembaga ini hadir di rantai kepemilikan dari lembaga yang melakukan deklarasi lainnya. Jika semua lembaga ini akan dikecualikan dari kewajiban pelaporan, pengecualian harus dipertimbangkan dengan penuh kehati-hatian dan didefinisikan secara sempit untuk mencegah kemungkinan terciptanya celah.
  • Pastikan bagaimana definisi dari kepemilikan manfaat (beneficial ownership) berlaku bagi koperasi saat anggota memiliki tingkat kepemilikan dan hak memilih yang sama.

Prinsip ketiga: Definisi kokoh

Kriteria yang diperlukan individu sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) badan hukum diuraikan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.13/2018, pasal 4. Kriteria ini termasuk bagi individu yang memiliki:

Point Means of ownership or control Presidential Decree (2018)
(a) Shareholding More than 25%
(b) Voting rights More than 25%
(c) Profits More than 25% of annual profits
(d) Decision making Has the authority to appoint, replace, or dismiss members of the
board of directors and members of the board of commissioners
(e) Control Has the authority or power to influence or control the company
without having to obtain authorisation from any party
(f) Benefit Receives benefits from the corporation
(g) Ultimate ownership Is the actual owner of the funds used to buy the company’s share
(this criterion only applies to individuals whose identity is not stated in
the deed)

Definisi milik Indonesia mencakup sebagian besar bentuk kontrol dan kepemilikan di dalam Prinsip Open Ownership, dan menyertakan praktik kepemilikan dan kontrol baik secara langsung maupun tidak langsung. Ambang batas keterbukaan sebesar 25% atas kepemilikan saham dan laba saham berada di dalam rentang yang direkomendasikan oleh Kelompok Kerja Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang (Financial Action Task Force/FATF), tapi pada tingkat maksimum yang dianjurkan oleh badan tersebut. Secara global, banyak negara yang mengadopsi tingkat ambang batas yang lebih ketat, [5] terutama bagi sebagian kelas individu dan perusahaan yang secara domestik dinilai terkait dengan risiko kriminal finansial yang lebih tinggi.

Untuk menjadikan definisi BO lebih komprehensif, bentuk tambahan kepemilikan atau kontrol dapat tercakup, seperti hak atas aset surplus, atau laba pada saat pembubaran perusahaan. Pelarangan secara eksplisit mengenai disertakannya kandidat, agen, kustodian, atau perantara-perantara lainnya sebagai pemilik manfaat juga dapat ditambahkan untuk menutup potensi celah. [6]

Rekomendasi

  • Penguatan lebih lanjut terhadap definisi BO dengan menyertakan bentuk lain dari kepemilikan dan kontrol, seperti hak terhadap aset surplus atau pendapatan saat pembubaran perusahaan.
  • Secara eksplisit melarang kandidat atau perantara lainnya disebutkan namanya dalam formulir keterbukaan, yang bukan pemilik manfaat.
  • Pertimbangkan untuk memperkenalkan ambang batas bawah untuk sektor atau individu dengan risiko yang lebih tinggi; dan lakukan penilaian ulang secara berkala atas definisi BO dan ambang batas, dalam rangka menangani setiap celah yang mungkin muncul dalam aturan keterbukaan.

Prinsip keempat: Perincian memadai

Peraturan Presiden Republik Indonesia secara jelas menegaskan bahwa korporasi harus menentukan setidaknya satu orang asli sebagai pemilik manfaat. [7] Hal ini mengharuskan informasi berikut dinyatakan oleh setiap pemilik manfaat: nama lengkap, nomor KTP, SIM atau paspor, tempat dan tanggal lahir, status kewarganegaraan, alamat, NPWP, dan hubungan antara perusahaan dengan pemilik manfaat. [8] Daftar ini mencakup berbagai poin data yang direkomendasikan berdasarkan Prinsip ini. Menurut persyaratan 2.5 dari standar EITI, pemilik manfaat dengan kepentingan terhadap sektor ekstraktif juga perlu menyoroti apakah pribadi mereka terekspos secara politik atau tidak.

Namun demikian, proses pengumpulan data dan desain formulir dapat lebih diperkuat untuk memastikan seluruh perincian yang diperlukan telah dikumpulkan, yang akan memungkinkan Indonesia untuk memenuhi tujuan kebijakan register. Beberapa masalah potensial yang terkait dengan hal ini antara lain:

● Pengidentifikasi unik untuk perusahaan saat ini belum dikumpulkan dalam deklarasi. Formulir tampaknya memverifikasi informasi perusahaan dalam sistem yang berbeda berdasarkan nama dan jenis perusahaan, namun pengumpulan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), misalnya, akan sangat membantu penautan data BO dengan rangkaian data yang lain.

● Seperti yang disebutkan di bagian Cakupan komprehensif, tidak ada ketentuan yang dibuat untuk pengumpulan informasi kepemilikan untuk perusahaan milik asing.

● Informasi perihal kepemilikan saham kurang presisi di sebagian bidang. Misalnya, pengguna hanya perlu melakukan konfirmasi saat mereka memiliki kepemilikan saham lebih dari 25%, bukannya menyatakan persentase sebenarnya. Apalagi, informasi tanggal perolehan atau keterbukaan kepentingan kepemilikan mereka dalam lembaga yang melakukan deklarasi sepertinya tidak dikumpulkan. Hal ini akan menjadi sangat berguna untuk proses investigasi dan audit, seperti yang ditunjukkan dalam panduan teknis terkini dalam membangun catatan yang dapat diaudit dari kepentingan kepemilikan yang diterbitkan berdasarkan program OE.

● Pembatasan entri data dalam bidang kewarganegaraan dan tempat tinggal tidak memungkinkan kewarganegaraan ganda atau pencampuran kewarganegaraan dan tempat tinggal. Pemisahan bidang kewarganegaraan dan alamat (sehingga warga negara asing dapat memasukkan alamat Indonesia dan warga negara Indonesia dapat memasukkan alamat tinggal luar negeri) dan memberi izin bagi orang-orang untuk memasukkan lebih dari satu kewarganegaraan adalah sesuatu yang direkomendasikan.

● Pada saat pengiriman, seluruh nama diasumsikan untuk ditransliterasikan ke dalam alfabet bahasa Indonesia. Akan sangat membantu apabila formulir memungkinkan entri nama berdasarkan alfabet aslinya beserta versi transliterasi. Ini secara khusus berkaitan dan sangat berguna bagi pemilik asing dan perusahaan asing, karena menggunakan versi aslinya akan membantu investigasi lintas negara.

● Akhirnya, register BO Indonesia tidak memiliki ketentuan apa pun untuk melakukan deklarasi ketika informasinya tidak diketahui atau hilang. Hal ini bisa menjadi sangat berharga untuk proses pengumpulan ketika tidak ada data yang lain, terlebih lagi ketika alasan penjelasan disimpan.

Rekomendasi

  • Kumpulkan dan terbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak/NPWP perusahaan, beserta nama-nama perusahaan tersebut.
  • Berikan opsi formulir untuk memungkinkan
    a.
    pengumpulan informasi perusahaan milik asing;
    b.
    deklarasi ketika kepemilikan tidak diketahui, atau saat tidak ada pemilik yang memenuhi kriteria, dan – yang terpenting – sediakan alasan pada kedua kasus tersebut;
    c.
    input lebih dari satu kewarganegaraan serta pencampuran tempat tinggal dan kewarganegaraan; lalu
    d.
    entri dari nama pemilik manfaat (beneficial owner) dalam alfabet aslinya, beserta transliterasi alfabet Latin/Bahasa Indonesia.
  • Kumpulkan dan terbitkan informasi yang lebih terperinci mengenai pemilik manfaat (beneficial owner) yang asli. Misalnya, nilai asli saham, hak memilih, atau hak atas laba, dan tanggal mulai serta tanggal akhir dari kepentingan kepemilikan.

Prinsip kelima: Akses publik

Setelah bertahun-tahun reformasi, sejak 1 Juli tahun 2022, data BO Indonesia telah dibuat untuk dapat diakses secara publik melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Platform AHU). Data yang dapat diakses secara publik terdiri dari sub kumpulan informasi kepemilikan manfaat yang dipegang oleh pihak yang berwenang. Lembaga pemerintahan dalam yurisdiksi asing diharuskan meminta akses penuh terhadap catatan individu melalui mekanisme seperti permintaan bantuan hukum timbal balik, atau pertukaran informasi antar Unit Intelijen Keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU). Perundang-undangan setempat mengatur agar berbagai permintaan ini diproses oleh Kemenkumham dan Kementerian Luar Negeri. [9] Namun dalam praktiknya, Kemenkumham masih mengupayakan implementasi dari berbagai perundang-undangan ini.

Publikasi data BO terkini merupakan kemajuan yang penting, dengan informasi yang berisi nama pemilik manfaat (beneficial owner), alamat yang sesuai dan kepentingan manfaat asli sekarang tersedia secara publik. Namun, masih tersedia ruang untuk melakukan peningkatan aksesibilitas data lebih lanjut karena catatan saat ini tidak dapat dicari berdasarkan nama pemilik manfaat. Catatan hanya dapat diakses jika pengguna memasukkan nama lengkap perusahaan. Selain itu, menyertakan berbagai bidang lain ke dalam catatan publik, seperti pengidentifikasi perusahaan, tanggal saat kepentingan manfaat di mulai dan bulan serta tahun kelahiran pemilik manfaat, akan semakin meningkatkan potensi penggunaan data yang telah diterbitkan.

Contoh informasi kepemilikan manfaat yang telah diterbitkan

Example of published beneficial ownership information

Data kepemilikan sah perusahaan, yang dikelola dalam database Kemenkumham yang terpisah dari data kepemilikan manfaat, tersedia dengan biaya. Untuk mendapatkan data ini bagi perusahaan yang terdaftar Indonesia, pengguna perlu membayar antara Rp50.000 ($3,44) dan Rp500.000 ($34,38) untuk mendapatkan akses. Data pemilik sah sekarang tersedia berdasarkan per catatan, yang berarti pengguna hanya dapat mengunduh informasi untuk satu perusahaan pada satu waktu, bukannya dapat mengakses dataset penuh, yang akan memungkinkan penggunaan dan analisis data yang lebih besar.

Rekomendasi

  • Tingkatkan penggunaan dan aksesibilitas data BO dengan meningkatkan jumlah bidang yang dapat dicari pengguna.
  • Pertimbangkan untuk mengurangi atau menghapus biaya atas akses terhadap data kepemilikan sah perusahaan.
  • Pastikan publikasi data mematuhi perundang-undangan perlindungan data Indonesia (saat diberlakukan) dan memungkinkan individu berisiko tinggi untuk mengajukan pengecualian publikasi dalam beberapa keadaan.

Prinsip keenam: Data terstruktur

Data BO Indonesia hanya tersedia secara publik setelah penelitian atas laporan ini selesai dilaksanakan, sehingga penilaian menyeluruh terhadap Prinsip data terstruktur menjadi tidak memungkinkan. Namun, kajian sebelumnya terhadap data dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum pada tahun 2020 mengusulkan agar data terstruktur dengan baik, meskipun kehilangan informasi sebagai gantinya, karena peringatannya berdasarkan ini laporan ringkas oleh Open Ownership tampilkan.

Stranas PK (Strategi Nasional Pencegahan Korupsi) melaporkan bahwa beberapa kementerian berupaya untuk menyelaraskan sumber data BO mereka yang terpisah dengan format pilihan Kemenkumham, dan untuk meningkatkan interoperabilitas di Indonesia. Keterbukaan data awal idealnya digunakan sebagai data pengujian untuk membantu menilai apakah sistem dibekali secara memadai untuk menangani struktur BO yang kompleks dan tidak biasa.

Rekomendasi

  • Terus lakukan penyelarasan struktur skema data BO antar lembaga pemerintahan yang berbeda, dengan menggunakan BODS sebagai rujukan dan model implementasi potensial.

Prinsip ketujuh: Verifikasi

Indonesia belum mengembangkan sistem verifikasi komprehensif yang menyertakan baik pemeriksaan otomatis dan manual untuk pengiriman data BO. Berdasarkan Peraturan Presiden, perusahaan yang melakukan pengiriman memiliki kewajiban untuk melakukan verifikasi terhadap kepemilikan manfaatnya dengan memeriksa validitas informasi BO menggunakan dokumen pendukung yang mereka miliki. [10] Ada kemungkinan bagi lembaga negara untuk turut melakukan pemeriksaan verifikasi, namun rencana menyeluruh belum terkonfirmasi, dan pemerintahan saat ini memprioritaskan upayanya untuk meningkatkan pengumpulan dan kepatuhan data. Saat informasi BO dikirimkan melalui notaris, hukum Indonesia mewajibkan para pejabat ini untuk meminta dan menjaga dokumentasi (misalnya, dokumen formasi perusahaan dan catatan registrasi saham resmi) yang mengonfirmasi bahwa status individual tersebut sebagai pemilik manfaat (beneficial owner). Berbagai dokumen ini nantinya dapat diminta oleh pejabat negara sebagai bagian dari pemeriksaan verifikasi manual yang disempurnakan. Pada saat yang sama, peningkatan kualitas data BO yang dikirimkan juga dapat ditingkatkan dengan mengimplementasikan perubahan yang direkomendasikan untuk desain formulir dan pengumpulan data yang diuraikan dalam bagian Rincian Memadai pada laporan ini.

Negara juga sedang meningkatkan berbagai pekerjaan lainnya yang akan membantu upaya verifikasi. Misalnya, melakukan pemeriksaan ulang otomatis pada saat pengiriman data BO akan menjadikannya jauh lebih baik karena negara meningkatkan upayanya untuk melakukan standardisasi skema data BO di antara lembaga pemerintahan. Jika berhasil diterapkan dengan baik, standardisasi data akan memungkinkan pemeriksaan otomatis pada informasi BO dan data yang terkait, misalnya, dengan melakukan validasi nomor perusahaan (bagi lembaga domestik) terhadap berbagai data yang dipegang di Registri Negara.

Bagi perusahaan asing, akan terasa lebih menantang untuk melakukan pemeriksaan nomor perusahaan dengan register asing, karena masalah hukum dan teknis terkait dengan penerapan sistem berbagi data otomatis lintas negara. Indonesia berencana untuk meningkatkan verifikasi lembaga asing melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Capital Investment Coordinating Board. Ini adalah lembaga pemerintah yang menyelenggarakan platform Open Single Submission (oss.go.id), sebuah prakarsa yang bertujuan akhir untuk mengintegrasikan seluruh proses izin dan perizinan diantara berbagai lembaga.

Dengan berkoordinasi bersama BKPM, Kemenkumham mengharapkan melakukan pertukaran data BO dari lembaga asing. Setiap pemeriksaan seperti itu masih sangat memungkinkan untuk dilengkapi dengan pemeriksaan manual berkala yang ditingkatkan pada contoh pengiriman berisiko tinggi. Keputusan untuk menetapkan lembaga asing dan lokal mana yang harus dipertimbangkan sebagai berisiko-tinggi memerlukan analisis mendalam dari penilaian risiko nasional anti pencucian uang (AML/anti money laundering), yang digabungkan dengan analisis dari pengiriman yang telah diterima, untuk membantu mengidentifikasi bidang khusus yang memiliki kualitas data rendah dan bendera merah. Pembelajaran dari konteks internasional yang menyarankan beberapa faktor untuk dipertimbangkan akan menegaskan deklarasi pengiriman dengan tanpa pemilik manfaat terkualifikasi atau hubungan kepemilikan dengan lembaga luar negeri, khususnya dengan mereka yang berasal dari yurisdiksi AML berisiko-tinggi.

Rekomendasi

  • Terapkan peningkatan desain formulir yang disarankan di bagian Rincian Memadai dari laporan ini untuk meningkatkan kualitas data, dan letakkan dasar untuk sistem verifikasi yang akan datang.
  • Adopsikan pendekatan iteratif ke dalam implementasi sistem verifikasi komprehensif. Hal ini akan memengaruhi peningkatan sistem yang lebih baik untuk pemilihan dan pelaksanaan pemeriksaan manual yang ditingkatkan atas pengiriman berisiko tinggi, dan mengupayakannya menuju pemeriksaan otomatis untuk bagian informasi yang lebih banyak dalam register BO pusat terhadap dengan yang ada di register lainnya.
  • Pertimbangkan untuk menambahkan persyaratan dokumen pendukung pengiriman (misalnya, salinan atau pindaian paspor) sebagai bagian dari proses deklarasi.

Prinsip kedelapan: Data mutakhir dan dapat diaudit

Berdasarkan peraturan Kemenkumham tahun 2019, perusahaan baru diwajibkan untuk melaporkan pemilik manfaat mereka sebagai bagian dari prosedur pembentukan perusahaan di Indonesia. [11] Perusahaan yang sudah beroperasional pada saat peraturan disahkan pada pertengahan 2019, diwajibkan untuk menyediakan informasi ini kepada pihak yang berwenang dalam kurun waktu satu tahun. [12] Mandat hukum ini juga mewajibkan perusahaan untuk memperbarui data mereka setidaknya setiap satu tahun sekali. Namun, tidak ada persyaratan yang secara eksplisit meminta mereka untuk melaporkan seluruh perubahan terhadap perusahaan dan informasi kepemilikan yang telah berlaku di sepanjang tahun (daripada informasi terkini pada saat pengambilan deklarasi). Penyusunan dan penyimpanan catatan menyeluruh dari seluruh perubahan perincian perusahaan dan pemilik manfaat merupakan hal yang penting untuk tujuan investigasi dan audit, karena upaya untuk menyembunyikan penyalahgunaan struktur perusahaan untuk tujuan yang terlarang dapat meningkatkan perubahan cepat dari struktur kepemilikan.

Sepertinya data BO historis dijadwalkan akan disimpan dalam register Indonesia. Ini akan mengikuti prosedur yang sama karena data historis pemilik sah perusahaan, tempat Register Pusat menerbitkan nama keseluruhan pemegang saham dan direksi, beserta mereka para pemilik sebelumnya. Informasi BO dari perusahaan harus dipertahankan setelah pembubaran perusahaan, karena informasi ini adalah kunci bagi para investigator. Di UK, misalnya, catatan perusahaan disimpan selama minimal 20 tahun setelah pembubaran. Peraturan Kemenkumham No. 15 tahun 2019, tampaknya memberikan ketentuan atas perubahan terhadap informasi BO perusahaan agar dicatat, dan perincian dari perubahan tersebut harus tersedia dalam API kepemilikan manfaat. Untuk membuat penilaian menyeluruh atas Prinsip ini, diperlukan informasi lebih lanjut perihal apakah, dan bagaimana, tanggal pengaturan awal dan akhir BO diambil dan disimpan.

Rekomendasi

  • Untuk semakin memperkuat persyaratan pelaporan, peraturan harus menjadikannya eksplisit sehingga seluruh perubahan perusahaan dan informasi kepemilikan di sepanjang tahun harus dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Ini berarti, misalnya, apabila perusahaan mengubah namanya dua kali dalam satu tahun, perusahaan akan memiliki laporan terkait ketiga nama ini dan bukannya hanya salah satu nama yang beroperasi pada saat pelaporan.
  • Tanggal mulai dan berakhir pengaturan BO harus disertakan di dalam deklarasi yang akan datang, dan bidang ini harusnya dibuat wajib di dalam formulir pengiriman BO Indonesia.
  • Indonesia harus mengumpulkan, menjaga, dan menerbitkan informasi terkait perubahan pemilik manfaat perusahaan.

Prinsip kesembilan: Sanksi dan pelaksanaan

Perundang-undangan utama Indonesia memberikan sanksi administratif terbatas atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang keterbukaan BO. Contoh untuk ini adalah kuasa untuk memblokir akses perusahaan atas AHU Online. Hal ini akan mencegah perusahaan dari membuat suatu perubahan apa pun atas registrasi dan anggaran dasar mereka yang telah ada, yang akan sangat memengaruhi aktivitas bisnis. Juga terdapat ketentuan hukum bagi Kemenkumham untuk dapat memberikan rekomendasi bagi lembaga pemerintahan atau kementerian lainnya agar izin operasi perusahaan yang tidak patuh ditangguhkan, dicabut atau dibatalkan. [13] Namun demikian, sistem ini belum diterapkan dalam praktiknya.

Karena sanksi kriminal atas ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan BO saat ini belum dikenalkan dalam hukum, berbagai lembaga pemerintahan dapat menerapkan berbagai jenis sanksi yang lain. [14] Sejauh ini, lembaga yang relevan, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sebagian besar berfokus pada penolakan izin pertambangan (atau izin terkait lainnya) untuk perusahaan yang belum mengirimkan informasi BO mereka. Hal ini tampaknya efektif secara luas dalam mendorong perusahaan untuk mengirimkan deklarasi BO, tetapi langkah-langkah tambahan masih diperlukan untuk mencegah pengiriman informasi yang salah, atau kegagalan pembaruan wewenang atas perubahan struktur kepemilikan.

Terlepas dari beberapa keberhasilan upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan terhadap persyaratan pengungkapan BO, ketiadaan sanksi yang kuat sepertinya menjadi salah satu sebab kapasitasnya agak rendah menurut standar internasional. Menurut statistik pemerintah, hanya sekitar 29% (atau 665.088 dari 2.269.790 entitas) perusahaan yang diwajibkan untuk melakukan kepatuhan persyaratan ini yang telah melaporkan pemilik manfaat mereka per Agustus 2022; meningkat sekitar 8% dari tahun 2021. [15]

Rekomendasi

  • Indonesia harus mengembangkan aturan sanksi yang efektif bagi perusahaan yang gagal mematuhi persyaratan pengungkapan BO. Ini termasuk juga melengkapi pembatasan pemberian izin yang ada dengan hukuman denda dan hukuman lainnya, juga dengan memberikan sanksi administratif dan kriminal ketika perusahaan tidak mengirimkan, telat melakukan pengiriman, pengiriman tidak lengkap, atau memalsukan informasi deklarasi kepemilikan manfaat.
Catatan kaki

[4] Untuk panduan tentang kendala yang perlu dipertimbangkan saat membuat kewajiban pelaporan untuk BUMN dan Perusahaan Tbk, lihat: https://www.openownership.org/en/blog/state-owned-enterprises-and-beneficial-ownership-disclosures dan https://www.openownership.org/en/publications/beneficial-ownership-transparency-and-listed-companies/.

[5] Tymon Kiepe and Peter Low, “Beneficial ownership in law: Definitions and thresholds”, Open Ownership, October 2020, https://www.openownership.org/uploads/definitions-briefing.pdf.

[6] Meskipun pengaturan kandidat/nominee seperti itu secara teknis dilarang di Indonesia, dalam praktiknya, hal tersebut masih cukup umum.

[7] Peraturan Presiden No.13/2018, Pasal 3, https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/175456/Perpres%20Nomor%2013%20Tahun%202018.pdf.

[8] Hamalatul Qur'ani, “Rambu-rambu yang Harus Diperhatikan Korporasi dalam Perpres Beneficial Ownership”.

[9] Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.15/2019, Pasal 11, Ayat 3.

[10] Peraturan Presiden No.13/2018, Pasal 17, Ayat 1.

[11] Peraturan Kemenkumham, Nomor 15 Tahun 2019, pasal 2, ayat 3.

[12] Ibid.

[13] Peraturan Menteri Kemenkumham No.12/2019, Pasal 12, https://peraturan.go.id/common/dokumen/bn/2019/BN 1112-2019.pdf.

[14] Ini meliputi lembaga seperti: Otoritas Jasa Keuangan (OJK); Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

[15] Stranas PK, https://stranaspk.id/webservice/uploads/documents/279640-laporan-triwulan-vi-2022.pdf.

Next page: Kesimpulan